Thursday 4 December 2014

Sketsa Kenangan : Sebuah Obituari Pdt. Tulus Purba, STh

Entah dari apa muasal kedekatan kami. Dia tak pernah mempertahankan kependetaannya demi menyapa kami, naposo yang kebanyakan tengah merantau kuliah. Dia mampu membuat kami seperti telah lama saling mengenal, seakan-akan dia yang melayani di gereja itu lebih dulu. Padahal waktu itu dia baru bertugas pelayanan di gereja yang takkan kami lupakan, HKBP Kertanegara Semarang, menggantikan pendeta sebelumnya yang habis masa tugasnya.
Tak jarang dia nimbrung kami menyanyikan lagu-lagu cinta di halaman depan/samping gereja hingga larut malam. Meski tak pernah ikut bermain volley, dia sering berdiri di pinggir lapangan sembari menunggu berangkat pelayanan. Dia juga seperti bapak membangunkan anak-anaknya yang terlambat bangun karena mengerjakan Buletin Ogung di sekret belakang. Atau, mengingatkan kami untuk pulang bila keasyikan bernyanyi-nyanyi malam-malam ketika masa-masa ujian mid/semesteran. Tangannya selalu terbuka pun pintu rumahnya bagi kami.
Timbre suaranya yang khas, bernada tinggi, seperti sebuah lecutan yang selalu mengingatkan kami agar selalu mawas diri. Jangan terlena dalam pergaulan. Jangan malas kuliah dan belajar.
 ***


Di mana kau!?
Diperjalanan
Mau ke mana kau? Ke sini cepat!
Aku mau mencari Tuhan
Mau kau cari ke mana? Tuhan ada di sini!
Aku sudah di bus
Kutunggu kau di rumah!
tut..tut..tut..

Kegelisahan eksistensial yang sedang kurasakan kala itu. Sungguh aku ingin tahu keberadaan Tuhan. Dalam kehampaan batin yang kurasakan dia mengatakan Tuhan ada di sini. Perjalanan telah kuambil dan aku melanjutkannya.

"Ke mana aja kau nggak pernah kelihatan di gereja?" Pertanyaan pertama yang dilontarkannya padaku setelah sebelumnya melalui pesan singkat seluler dia memintaku datang ke rumah. Di tangannya dua gelas anggur perjamuan, satu untuknya-satu untukku, "Minum dulu biar hangat."
Aku menyesap anggur perjamuan yang dia berikan. Kehangatan merambat dari dadaku, mengusir dingin angin tengah malam itu. Dia mengeluarkan gudang garam filter dari kantong celananya. Asap rokok kami berpelukan di udara. Setelah habis beberapa batang rokok dia menyuruhku pulang. Aku pulang membawa anggur sebotol air kemasan seperti yang dia suruh.

Lain waktu aku tak bisa tidur. Semalam-malaman pikiranku melayang dalam pencarian eksistesial. Subuh belum turun aku beranjak ke gereja.  Di teras rumahnya aku duduk sambil merokok menghapus kegelisahan, menungguinya bangun. Tak lama kudengar suara anak kunci di putar dan pintu terbuka. "Sejak kapan kau di situ?" Tanyanya. "Aku nggak bisa tidur." Jawabku.
"Bikin dulu kopi kita."
Aku bersegera ke dapur menyeduh kopi buat kami. Pagi perlahan jatuh. Orang-orang bergegas melintasi halaman gereja.
"Kuliah kau sana!"
Aku hendak mengangkat gelas yang berisi ampas kopi.
"Sudah biarin itu."
Aku meninggalkannya duduk di teras rumah, pulang ke kos kemudian berangkat kuliah.

Sewindu kemudian, dalam keheningan yang biasa kita lewati, kau pergi. Tidak seperti aku yang gelisah mencari Tuhan kala itu. Kau meninggalkan aku menuju Tuhan dalam damai, "Tuhan ada di sini.." Begitu juga kau ada di sini (di hatiku) Amang/Bapak/Sahabat Pdt. Tulus Purba, STh.




No comments: