Monday 13 April 2015

Tuhan Fiksi

Aku mungkin bukanlah sosok yang diharapkan untuk menggenapi setiap impian yang ingin kau raih. Namun, mungkin akulah penggenap rencana besar dalam hidupmu. "Oh, Tuhan, ampunilah aku sehingga pemikiran itu terlintas di kepalaku. Sungguh, tak akan pernah kuutarakan pikiran itu. Biar, biar tetap bersemayam di dalam pikiran sehingga tak menjadi gombal murahan mulutku."
Aku lunglai di atas kursi meja makan ketika sesuatu yang hangat merambah jari-jariku. Kehangatan itu serupa genggaman tangan. Digenggamnya aku sementara jari-jariku lemas menunjuki bumi. Tangan itu seperti sedang mengisyaratkan agar aku terus kuat karena dia percaya padaku tanpa syarat.
Hangat, lembut, dan kuat membuatku penasaran, siapakah yang sedang menggenggamku. Dengan tenaga yang kukumpulkan kutolehkan kepala, tak ada seorangpun di sampingku. Semakin penasaran kutengok ke arah belakang, lagi-lagi tak ada sesiapa atau bayangan yang berkelebat dari balik punggungku. Aku masih lunglai. Apa yang kurasakan di jari-jariku sirna. Tinggalah perasaan, ada yang hilang dari diriku.
Dan,  kurasakan ada yang bertambah dalam diriku."Tuhan, sungguh aku tak tahu." Kusatukan kesepuluh jari-jariku. Tak berapa lama, air dari mataku deras mengaliri pipiku. Kubuka jari-jariku menangkup tetesan air dari mataku hinga penuh. Kemudian kubasuh wajahku dengan air dari mataku agar setiap orang yang melihat tak tahu apa yang telah terjadi padaku.

No comments: