Basa-Basi
:Dualisme
Basa-basi. Satu dari sekian banyak alat yang dipakai dalam
berkomunikasi.
Setiap orang memiliki gaya berkomunikasi sendiri-sendiri. Walaupun
orang lain dapat menirukan gaya bicara dan kebiasaan-kebiasan bicara yang
dipakai orang lain tetap tidak bisa seotentik orang yang ditirunya. Otentitas seseorang
menjadi ciri individu yang tidak dapat ditiru. Mungkin kita bisa meniru suara
dan kata-kata yang biasa diucapkan orang lain tapi belum tentu gestur bicara
orang yang ditiru mampu kita duplikasi. Atau, mungkin kita mampu meniru suara
dan gestur seseorang tapi kita tidak akan sanggup meniru aura yang dibawa oleh
kehadiran orang tersebut.
Dari basa-basi paragraf di atas, sebenarnya saya hanya ingin
mengatakan tidak ada manusia yang sama.
Namun dalam hal basa-basi berkomunikasi, saya yakin setiap
orang pernah menggunakannya sebagai pemanis komunikasi.
Jika kita memiliki sensitifitas yang di atas rata-rata akan
mampu merasakan kebasa-basian mitra bicara. Bahkan, ada juga basa-basi yang
tidak membutuhkan kadar kepeekaan diri yang tinggi dalam menangkapnya.
Dalam bahasa
politik mungkin basa-basi sepadan dengan kata ‘normatif’. Kita sering
menyaksikan pengamat politik atau pemandu acara atau pembaca berita mengatakan
bahwa jawaban politikus A sangat normatif. Jika kata normatif tersebut diganti
dengan kata basa-basi maka menjadi ‘Jawaban politikus A sangat basa-basi’,
kalimat ini akan terasa kasar karena berasa menganggap remeh pokok persoalan.
Di tengah pergaulan sehari-hari contoh kalimat basa-basi misalnya,
“Kamu basah ga?” Padahal si penanya sudah tahu kedatangan orang tersebut situasinya
hujan.
Pentingkah sebuah basa-basi dalam etika pergaulan? Sebab,
dewasa ini basa-basi memiliki arti yang buruk.
Orang berbasa-basi terhadap orang lain biasanya demi
meluluskan niat yang ada disebaliknya basa-basi, misalnya seorang marketing
berbasa-basi supaya barang yang ditawarkan terjual; seorang anak buah
berbasa-basi kepada bosnya agar mendapat nilai positif dari sang bos; seseorang
yang memuji masakan orang lain enak padahal sebenarnya masakan tersebut kurang
asin.
Ada pula orang yang berbasa-basi hanya agar tidak dibilang
sombong. Mungkin juga terjebak situasi, berdua dalam satu lift; agar terlihat
seperti manusia berbudi maka dibukalah percakapan.
Akhirnya, penting atau tidak; baik atau buruk penggunaan basa-basi
dalam sebuah komunikasi tergantung pada tiap-tiap individu memandang dan
mendefinisikannya.
“Yang perlu
dibangun dalam diri orang-orang yang tidak suka basa-basi adalah menajamkan
intuisi agar mampu merasakan orang yang hanya basa-basi atas keberadaan kita,
terlebih mampu dan sanggup mendengar isi batin orang lain sehingga tidak mudah
terperdayai oleh desis basa-basi.”
No comments:
Post a Comment